Wednesday, November 19, 2014

Kenapa Orang Jerman Kerjanya Dikit & Liburnya Banyak Tapi Tetap Lebih Produktif?



Dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, seorang pemuda bertanya pada saya: “Apa band-nya masih (main)?” Saat itu kami sedang berada di salah satu kafe di daerah Sosrowijayan, Yogyakarta. Sayangnya, band yang pemuda itu maksud baru saja memainkan lagu terakhir mereka. Agar dia tidak terlalu kecewa, saya pun menawarkannya hang out sebentar bersama saya dan teman-teman. Pemuda itu, Severin, dengan senang hati menerima ajakan tersebut.

Dari percakapan malam itu, saya ketahui bahwa kami seumuran. Severin berasal dari kota Munich, dan bekerja sebagai kru panggung untuk sebuah klub malam di sana. Dia bertugas dari jam 6 petang hingga 12 tengah malam — 6 jam kerja sehari, 5 hari sepekan. Enak banget? Ada yang lebih enak lagi: dia diberi cuti selama 6 minggu oleh atasannya, dengan gaji yang tetap dibayar penuh plus uang saku untuk liburan.

Saya pun jadi penasaran: apakah kultur kerja di Jerman memang sesantai itu? Bagaimana bisa dengan kerja yang tapi masih bisa memperoleh penghasilan yang cukup? Bagaimana bisa mereka meninggalkan pekerjaan selama berminggu-minggu tanpa sedikit pun rasa khawatir dan bikin bos kalang kabut? Yuk, sama-sama kita pelajari budaya dan etos kerja yang diterapkan oleh orang di Jerman sana!


1. Bagi orang Jerman, jam kerja artinya ya jam untuk bekerja. Titik.




Semua punya tugas

Rata-rata orang Jerman bekerja sebanyak 35 jam per minggu alias 7 jam dalam sehari. Dalam kultur kerja di negara tersebut, saat karyawan sedang bertugas, dia gak boleh melakukan apapun selain kerjaannya. Itu berarti gak ada waktu buat bergosip dengan rekannya, membuka Facebook dan media sosial lainnya, apalagi belanja online. Kebiasaan berlagak sibuk (padahal lagi nge-Kaskus) saat bos kamu menghampiri merupakan perilaku yang gak bisa diterima dalam dunia kerja Jerman. Nah, bagi kamu yang masih buka media sosial atau chat di ponsel pintar, ayo ditutup dulu. Kembali ke pekerjaan, fokus!

Ketika sedang bekerja orang Jerman terkenal sangat fokus dan rajin, kamu bisa datang dan pergi dari kantor sewaktu-waktu asalkan sudah menyelesaikan pekerjaanmu. Jadi, tak ada aturan ketat masuk jam 9 pulang jam 5. Mereka selalu berusaha fokus dan cekatan dalam bekerja, sehingga produktivitas yang tinggi bisa tercapai dalam waktu yang singkat.


2. Demi mengejar tujuan, Orang Jerman lebih menyukai pola komunikasi langsung




Komunikasi langsung tanpa basa-basi

Saat kita orang Indonesia mengagungkan budaya basa-basi, orang Jerman tetap bisa asik tanpa banyak basa-basi. Karyawan di Jerman akan bicara langsung kepada atasannya mengenai laporan yang ia buat, bawahan juga gak segan untuk menanyakan kenapa performa kerjanya dianggap menurun. Atasan mereka juga lebih suka menggunakan perintah langsung seperti “Saya butuh kerjaan kamu jam 3 sore ini” daripada “Gak buru-buru, kok. Tapi kalau bisa selesai jam 3, bagus.”

Coba intip daftar susunan acara rapat di kantor-kantor Jerman. Kamu gak akan menemukan mata acara ‘Sambutan’ dari Pak ini dan Bu itu. Apalagi mata acara ‘Ramah Tamah’. Semua dilakukan langsung pada intinya, tanpa perlu adanya pencair suasana.


3. Orang Jerman memisahkan pekerjaan dari kehidupan pribadi dengan seimbang






Karena fokus yang mereka curahkan bagi pekerjaan begitu intens dan mereka begitu produktif saat di kantor/pabrik, selesai jam kantor mereka manfaatkan buat istirahat. Mereka gak terlalu suka hang out atau ngopi-ngopi dulu bareng teman sekantor. Karena pada umumnya orang Jerman benar-benar menghargai batasan antara kehidupan pribadi dan kehidupan profesionalnya. Bahkan pemerintah Jerman berencana untuk melarang pengiriman email yang berhubungan dengan kerjaan setelah jam 6 sore, supaya pekerja di sana bisa beristirahat.

Bagi mereka, hari libur benar-benar dimanfaatkan untuk berlibur. Akhir pekan dimanfaatkan untuk bercengkrama dengan keluarga dan berbaur dengan masyarakat melalui komunitas minat khusus seperti klub musik, klub olahraga, klub pecinta binatang, klub hiking dan sebagainya. Bahkan di desa terkecil di Jerman terdapat beberapa klub, hingga mereka gak melewatkan akhir pekan dengan malas-malasan di depan TV.


4. Masyarakat Jerman dimanjakan dengan jumlah hari libur yang banyak






Dalam setahun, masyarakat Jerman menikmati ‘libur yang dimandatkan negara’ (mungkin sama dengan ‘cuti bersama’ atau ‘libur nasional’ kalau di Indonesia) yang banyak banget. Kalau ditotal, bisa mencapai 6 minggu dalam setahun. Bayangkan, kamu gak harus pergi kerja selama 6 minggu sementara gaji kamu tetap dibayar penuh. Itu belum termasuk 25-30 hari jumlah cuti (padahal yang dianjurkan cuma 20 hari) yang boleh diambil dalam setahun, itu artinya jika bisa pandai-pandai mengatur jadwal liburan, mereka bisa traveling ke tempat jauh sekalian seperti yang Severin lakukan di atas.

Lalu apa hubungannya liburan dengan produktivitas kerja? Selain liburan membuat kamu lebih fresh saat kembali ke kantor, kita juga harus menggunakan kacamata orang Jerman dalam melihat liburan. Bagi mereka, liburan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Sedangkan kita hanya menganggap liburan sebagai bonus/hadiah dari pekerjaan.


5. Para karyawan di Jerman jarang melakukan rapat dan pertemuan






Kalau kultur kerja di Indonesia terbiasa dengan kebiasaan beramah-tamah, santai dan lebih banyak basa-basi demi menjalin keakraban, kultur kerja di Jerman menitikberatkan pada kualitas, bekerja secara individu, dan segera pulang setelah selesai pekerjaannya. Memang benar mereka lebih suka bekerja sendiri dan tertutup jika itu dipandang bagus buat diri dan kantornya. Seringkali mereka mengambil istirahat siang yang panjang agar bisa bekerja di luar kantor dan lebih fokus. Jadi, jangan heran melihat mereka jarang ngumpul buat rapat atau ngobrol soal kerjaan. Bagi mereka, less social time is more work time.


6. Tidak ada yang perlu dicemaskan bila mereka kehilangan pekerjaan






Jika mereka berminggu-minggu libur dan cuti, apa mereka gak takut kehilangan pekerjaan? Mau bayar tagihan pakai apa? Tenang, selain karena libur dan cuti tersebut dimandatkan oleh negara, orang Jerman gak terlalu cemas jika mereka gak punya pekerjaan. Itu karena pemerintah Jerman selalu berusaha membahagiakan rakyatnya dengan menyediakan layanan kesehatan gratis, biaya kuliah gratis, dan santunan kepada anak-anak kecil.

Orang Jerman bebas dari rasa cemas karena beberapa tagihan mereka udah ditanggung oleh pemerintah. Akibatnya mereka jadi jauh lebih bahagia, lebih produktif, dan seluruh waktunya dicurahkan untuk pekerjaan dan keluarga, bukan fokus buat memikirkan tunggakan bulanan.


7. Kualitas jauh lebih dipentingkan daripada kuantitas






Kultur kerja yang diterapkan orang Jerman sekali lagi menegaskan bahwa kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas. Saat kita membanggakan diri dengan jumlah jam kerja dan lembur yang kita lakukan buat kantor dan perusahaan, orang Jerman lebih mengutamakan kualitas dari hasil pekerjaan. Kualitas itu didapatkan dengan fokus, efisiensi dan dedikasi tanpa kompromi di tempat kerja.

Mereka memblokir semua gangguan dari luar dan dalam diri demi menyelesaikan kewajiban, lalu segera kembali ke keluarga dan komunitas untuk memelihara keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Lagipula, buat apa pamer sudah kerja lembur hingga 12 jam kalau sebagian besar pekerjaannya diisi oleh membuka Facebook, ngerumpi, serta berbasa-basi?



Kultur kerja masyarakat Jerman memang gak bisa disamakan dengan gaya di Indonesia. Namun, sebenarnya dari beberapa contoh di atas kamu bisa mempelajari beberapa ilmu. Keuletan dan usaha mereka menyeimbangkan antara ‘work’ dengan ‘play’ bisa kamu tiru. Pola komunikasi langsung pada intinya bisa menghemat waktu, meningkatkan efisiensi, dan memperjelas percakapan antar rekan kerja. Menutup media sosial saat bekerja akan membantu fokus dan gak mudah terdistraksi. Lalu, nikmatilah akhir pekan kamu tanpa gangguansmartphone dan internet agar otak kamu lebih bugar saat kembali ke kantor nanti.


sumber : hipwee

0 comments:

Post a Comment