Anugerah Allah: Keluarga
Keluarga adalah mutiara yang berharga dan salah satu sisa peninggalan Firdaus. Allah sudah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, untuk menyatakan kemuliaan dan kasih-Nya, dan juga untuk berkembang biak dan memenuhi bumi. Keluarga, kemudian, adalah inti dari kehidupan manusia dan dasar dari setiap budaya. Di dalamnya terkandung perlindungan, keamanan dan solidaritas, dan seringkali terbukti lebih kuat dibandingkan dengan semua ideologi baru.
Semua agama pada umumnya setuju bahwa orang tua harus dihormati. Sangat wajar bagi anak-anak untuk mengasihi dan menghormati orang tua-nya. Ketika komunisme, dengan ideologinya yang tidak bertuhan, mempertanyakan status orang tua, asumsi itu melawan sang Pencipta dan makhluk-Nya, dan melawan norma alamiah serta perilaku mendasar manusia. Allah melindungi keluarga dengan hukum yang kelima. Sangat pantas bagi kita untuk menaikkan syukur kepada Allah untuk lembaga keluarga, keberadaannya dan rahasia ikatan kasih serta solidaritas di dalamnya.
Dalam hukum yang kelima, Allah memerintahkan agar kita menghormati bukan hanya ayah, sebagai kepala rumah tangga dan pemberi nafkah, tetapi juga ibu dan kaum wanita secara umum. Sebagaimana kaum pria, kaum perempuan juga dipanggil untuk menyatakan gambar Allah di dalam kehidupannya dan berbagi tanggungjawab keluarga secara seimbang dengan suaminya. Tidak heran bahwa baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru sepakat berkaitan dengan menghormati kaum ibu sebagaimana menghormati juga kaum ayah.
Perintah untuk memelihara dan menghargai keluarga adalah sesuatu yang sangat perlu dan wajar. Bahkan di kalangan dunia binatang, anak-anak mengikuti induk mereka, dan burung jantan serta burung betina seringkali bergantian mengerami telur mereka. Mereka berdua memberi makan anak-anak mereka sampai anak-anak mereka bisa mencari makan sendiri. Ada ikatan dan hubungan alamiah yang ditetapkan oleh Sang Pencipta dimana tidak ada satupun pihak yang melanggar yang bisa lepas dari hukuman. Namun hari ini kita banyak mendengar suara-suara memberontak yang menggoda dan mengeraskan hati anak-anak, “Jangan mendengar perkataan orang tuamu atau mentaati mereka. Namun, berpikirlah sendiri, penuhi keinginanmu dan latihlah untuk melawan sejak engkau masih sangat kecil.” Mata dari anak-anak yang demikian kelihatan sayu karena ketidaktaatan, sukacita di dalam diri mereka padam. Bagian dasar dari hati mereka sudah secara tragis dirusakkan.
Pengorbanan Orang tua
Para ayah dan ibu memiliki hak istimewa untuk mengambil bagian di dalam kehidupan generasi baru. Setiap kejadian dari seorang anak adalah sebuah mujizat yang sangat luar biasa! Mungkin saja anak itu dibuahi tanpa keinginan orang tuanya. Namun, sang ayah dan ibu tetaplah mengambil bagian di dalam sebuah karya penciptaan Ilahi. Tuhan memberikan kehormatan dengan memberikan kepada mereka kesempatan memberikan warisan genetik kepada bayi di dalam janin ibunya. Karena itu, manusia harus bersujud di hadapan sang Pencipta, memuji Dia, bersyukur atas semua anak yang dilahirkan.
Ibu kita mengandung kita selama sembilan bulan, sekitar 275 hari siang dan malam di dalam rahimnya. Kita terlindung aman dan terjamin di sana. Kita berbagi sukacita dan kemarahannya, kesedihan dan kekuatirannya. Mungkin ibu kita berdoa bagi kita sebelum kita dilahirkan. Peristiwa kelahiran kita pasti menyebabkan ketakutan dan kesakitan yang begitu besar baginya.
Seorang ayah dan ibu seringkali mendampingi kita selama bertahun-tahun. Mereka memperhatikan badan dan tubuh kita bertumbuh, dan meresponi senyuman dan kesakitan kita. Mungkin mereka bahkan mengucapkan syukur kepada sang Pencipta atas keberadaan dan pertumbuhan kita. Kalau orang tua kita bertumbuh juga di bawah kuasa Yesus, mereka pasti juga akan mempercayakan kita ke tangan Bapa Surgawi kita, mengajar kita akan hukum-hukum-Nya dan menguatkan hati kita untuk percaya kepada sang Pencipta dan Gembala Baik kita. Jadi, mereka menumbuhkan, mengasihi dan memberkati kita lebih dari yang kita pahami. Mereka memperhatikan kita siang dan malam. Mereka berjuang untuk mencukupi kita dengan makanan dan pakaian. Mereka menyibukkan diri dengan pendidikan dan persahabatan yang kita miliki. Ketika kita menjadi sakit dan demam, mereka begitu tekun menjaga kita di sisi tempat tidur kita. Mereka bersukacita bersama kita dan menangis di dalam kepedihan kita.
Masalah-Masalah Keluarga
Di antara orang tua dengan anak-anak mereka terdapat ikatan yang sangat erat dimana ada saling mengasihi dan saling mempercayai yang begitu jelas terlihat. Namun kita tidak lagi hidup di dalam Firdaus. Tidak ada anak-anak yang baik dengan sendirinya dan semua orang tua juga bersalah di hadapan Allah. Karena itu, orang-orang tua dan orang-orang muda hidup hanya karena anugerah Allah semata dan karena kemauan untuk terus saling mengampuni. Tidak ada kedamaian yang kekal di dalam keluarga tanpa adanya pengampunan dan kesabaran. Pemulihan kedamaian di dalam keluarga tidak akan terjadi tanpa adanya keterbukaan dan pengakuan dosa dan kerendahan hati untuk meminta pengampunan. Berbahagialah anak-anak yang dibesarkan di dalam kasih dan pengampunan oleh orang tuanya.
Bukan hanya sekedar pilihan orang tua untuk membimbing anak-anak mereka kepada iman yang benar karena Anak Allah sendiri memerintahkan agar anak-anak kecil dibawa kepada-Nya untuk diberkati. Orang tua harus menunjukkan siapa Yesus sebenarnya dan integritas-Nya kepada anak-anak mereka, menuntun mereka untuk mentaati perintah-perintah0n dan menanamkan janji-janji-Nya di dalam hati mereka. Para ayah dan ibu secara bersama bertanggungjawab untuk pendidikan rohani bagi anak-anak mereka, tetapi mereka harus tahu bahwa mereka tidak bisa mewariskan begitu saja iman mereka kepada anak-anak mereka, apalagi memaksakan mereka untuk menerimanya. Masing-masing anak harus memilih untuk mendekat atau melawan Allah. Namun demikian sangat baik bagi anak-anak untuk memahami bahwa berkat dari orangtua berlangsung dari keturunan ke keturunan.
Orang tua tidak boleh memanjakan anak-anak mereka atau membesarkan anak-anak mereka sebagai anak-anak yang malas. Orang tua tidak boleh juga meminta anak-anak melakukan hal-hal yang memang terlalu sulit untuk usia mereka. Sangat bijaksana untuk membiarkan anak-anak tetap menjadi anak-anak untuk jangka waktu tertentu! Sekolah atau pelatihan keahlian sangat penting tetapi tidak akan terlalu banyak berarti dalam kaitannya dengan membesarkan anak. Lebih penting lagi adalah untuk menumbuhkan di dalam diri mereka sikap takut akan Allah dan mengasihi sang Pencipta mereka untuk membangun hati nurani, integritas, kejujuran, ketekunan dan ketulusan mereka. Teramat sangat penting bagi orang tua untuk memakai waktu bersama anak-anak mereka untuk mendengar pertanyaan dan masalah mereka. Lebih lagi, sangat penting bahwa orang tua senantiasa berdoa untuk anak-anak mereka agar mereka dilahirkan kembali, menyerahkan kehidupan mereka kepada Yesus.
Anak-anak akan menghadapi orang tuanya dengan sikap kritis pada usia puber dan remaja. Pertumbuhan menjadi independen demikian hanyalah sekedar sebuah tahapan kematangan dan jangan ditanggapi dengan kebencian. Kalau orangtua sudah menyerahkan anak-anak sejak awal kepada Allah Tritunggal, maka orang tua kemudian bisa mendampingi anak-anak mereka dengan kesabaran di masa-masa kritis itu, tanpa harus mengikat mereka. Sementara itu, para remaja perlu mengambil kesempatan untuk mengisi diri mereka dengan buku-buku yang informatif, sahabat-sahabat yang tulus, program-program televisi yang bersih dan terpilih, dan kelompok pemuda Kristen yang mengadakan Pemahaman Alkitab dengan bersemangat. Memaksakan cara kehidupan yang lama ke dalam kehidupan remaja hanya akan menimbulkan pemberontakan, mengeraskan hati mereka dan menutup pintu masuk ke dalam hati mereka.
Sebagai orang tua kita harus selalu ingat akan peringaran Yesus, “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut” (Matius 18:6). “menyesatkan” tidak berarti bereaksi melawan atau menunjukkan kemarahan, tetapi menuntunnya ke arah yang salah untuk berbohong, mencuri atau membiarkan mereka tetap berada di dalam suatu dosa tertentu tanpa memberikan peringatan keras. Cara membesarkan anak yang diberkati hanya terjadi karena adanya rasa takut dan kasih kepada Allah.
Dalam masa-masa perkembangan yang maju dan di bidang ilmiah, orang tua mungkin kelihatan “ketinggalan jaman” dibandingkan anak-anak mereka. Kadangkala di negara-negara berkembang orang tua tidak bisa membaca atau menulis. Ini tidak menjadi alasan bahwa anak-anak mereka yang berpendidikan bisa menjadi sombong atau mentertawakan mereka. Sikap yang demikian bukan hanya menunjukkan rasa tidak hormat tetapi juga naif dan bahkan bodoh. Kemampuan membaca dan menulis tidak menunjukkan betapa intelektual atau berharganya seseorang. Pendidikan yang tinggi tidak meningkatkan kebaikan atau kesucian seorang murid. Otoritas orang tua tidak didasarkan kepada berapa banyak gelar yang mereka raih atau berapa banyak uang yang bisa mereka tabung. Otoritas mereka didasari oleh kehendak Allah dan bagaimana mereka menaikkan syafaat bagi anak-anak mereka di hadapan tahta kasih karunia. Keberadaan Allah sebagai bapa sudah menanamkan kasih yang besar di dalam hati orang tua. Pengorbanan Kristus menumbuhkan kehendak untuk saling melayani tanpa syarat dan pengorbanan di dalam diri orang tua dan juga anak-anaknya.
Menggenapi Titah Kelima
Bagaimana anak-anak bisa menghormati orang tuanya? Hati nurani kita mengingatkan kita untuk mengasihi dan menghormati mereka karena mereka adalah yang paling berharga di atas segala yang kita kenal atau kita miliki di dunia ini. Ini menyangkut juga kepercayaan dan ketaatan, menyangkal diri, dan tidak mau menyerahkan diri kepada dorongan-dorongan yang tidak layak. Seorang anak tidak boleh memukul ayah atau ibunya, baik dengan sengaja atau pun tidak sengaja. Seorang anak tidak boleh menjadi pusat di dalam keluarga, karena hanya Tuhan yang menjadi pusat di sana. Yesus mengajarkan tentang kunci dari sebuah keluarga yang diberkati ketika Ia mengatakan, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28). Anak Allah mendorong orang tua dan anak-anak untuk sangat berhati-hati dalam mentaati prinsip ini dalam kehidupan keluarga sehari-hari.
Apakah tanggungjawab anak-anak terhadap orangtuanya berhenti setelah mereka membangun rumah tangga mereka sendiri? Tidak! Ketika orang tua menjadi lanjut usia dan lemah baik secara mental maupun fisiknya, mereka membutuhkan belas kasihan dan perhatian anak-anak mereka lebih dari masa-masa sebelumnya. Anak-anak bisa menetapkan sejumlah waktu mereka untuk orang tua mereka sebagaimana orang tua mereka sudah memberikan banyak pengorbanan bagi anak-anak mereka ketika mereka masih sangat kecil. Tidak ada pusat perawatan lansia atau tempat perawatan pensiun yang bisa menggantikan pengorbanan anak-anak dalam hal waktu, uang dan usaha bagi orang tua mereka yang sudah lanjut usia.
Hukum kelima adalah titah yang pertama yang menawarkan janji yang jelas setelah menyatakan perjanjian Allah sebagai Bapa bagi kita. Barangsiapa memperhatikan orang tua mereka diberi janji akan panjang umurnya di dunia ini dengan sedikit saja keluhan dan berkat yang berkelimpahan. Dimana saja kehormatan orang tua dihargai, dan dimana orang tua dan anak-anak hidup dalam jalan Allah, mereka akan mengalami penggenapan janji ini bersama-sama.
Allah melarang kita menghina orang tua kita dan orang-orang yang berwenang atas kita. Ini termasuk juga larangan untuk melakukan pelecehan, ketidakadilan, kemunafikan, dan penipuan. Bukankah Yesus pernah mengatakan, “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40). Ingatkah anda cerita sedih mengenai pemberontakan Absalom terhadap ayahnya, Daud? Cerita itu berakhir dengan kematian sang pemberontak (1 Samuel 15:1-12; 18:1-18).
Kita membaca di dalam Keluaran 21:15-17, "Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati.... Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati.” Amsal 20:20 mengatakan, “Siapa mengutuki ayah atau ibunya, pelitanya akan padam pada waktu gelap” Ulangan 21:18-21 mengatakan, “Apabila seseorang mempunyai anak laki-laki yang degil dan membangkang, yang tidak mau mendengarkan perkataan ayahnya dan ibunya, ... Maka haruslah semua orang sekotanya melempari anak itu dengan batu, sehingga ia mati.” Barangsiapa melawan atau memberontak melawan orang tuanya tanpa mau bertobat akan menjadi bahaya bagi seluruh bangsa itu. Kestabilan masyarakat bergantung kepada kasih dan ketaatan anak-anak di masa itu dan bahkan juga masa sekarang ini!
Allah dengan jelas berbicara bukan hanya kepada anak-anak tetapi juga memberikan peringatan kepada orangtua. Anak-anak tidak boleh menjadi “alat mainan” orang tua karena setiap anak dipercayakan kepada orang tua dari Allah sendiri. Di sini janji Yesus digenapi dengan cara yang berbeda, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40). Rasul Paulus juga memberikan peringatan agar jangan menyakiti hati anak-anak atau membebani mereka secara berlebihan (Efesus 6:4; Kolose 3:21). Orang tua tidak boleh menjadi terlalu longgar atau bahkan tidak peduli. Mereka juga tidak boleh menjadi kejam atau keras kepala. Orang tua tidak boleh lupa bahwa anak-anak mewarisi juga sifat-sifat keturunan dari mereka. Namun, warisan dosa dan kelemahan tidak boleh membuat orang tua membiarkan dosa mereka, tetapi justru mendorong orang tua untuk menjadi rendah hati. Kerendahan hati akan menghasilkan roh yang lembut yang akan menolong anak-anak untuk memiliki perilaku yang baik. Karena itu, orang tua dan anak-anak perlu berdoa kepada Yesus untuk senantiasa diberi pertobatan dan pembaharuan pikiran.
Hanya ada satu keadaan dimana anak-anak boleh tidak mentaati orang tuanya: kalau mereka meminta dia melawan kehendak Allah. Alkitab dengan jelas mengatakan, “Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia” (Kisah Para Rasul 5:29). Di jaman ini, baik di dunia Islam maupun dunia Yahudi, sejumlah besar orang-orang muda tidak lagi mengikuti keyakinan yang dianut oleh orang tua mereka, karena mereka sudah bertemu dan menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi mereka. Ini menciptakan ketegangan yang menyakitkan karena mereka sudah mengalami perubahan rohani dan mental secara radikal, karena kasih Allah sudah dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus. Ini menolong anak-anak muda itu untuk lebih mengasihi orang tua mereka lebih dari sebelumnya. Mereka membutuhkan hikmat yang besar agar bisa berkonsentrasi dalam perbuatan baik mereka dan bukan sekedar berbicara kepada orangtua mereka tentang iman mereka. Kesabaran adalah sebuah nilai kebajikan, dan anak-anak harus sungguh-sungguh berdoa bagi orang tua mereka yang bukan Kristen sehingga mereka juga bisa diubahkan oleh anugerah. Mereka juga harus sering mengunjungi orang tua mereka, karena tidak ada orang yang mengasihi kita di dunia ini lebih dari kasih orang tua kita.
Tetapi kalau orangtua mereka terus menerus menolak Roh Yesus dan memaksa anak-anak mereka untuk meninggalkan Juruselamat dan bahkan mengancam akan membunuh mereka seperti ajaran Syariat Islam, maka itu berarti waktunya untuk berpisah. Roh anti-Kristen yang demikian dari orang tua haruslah ditolak dan dihukum. Tetapi orang tua sendiri tetap harus dihormati dan dikasihi tanpa henti. Namun perkataan Yesus menjadi tuntunan bagi kita, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:37). Kalau orang tua memiliki sifat yang tidak adil atau kejam terhadap anak-anak mereka karena alasan agama, maka ikatan emosi, batasan budaya, atau kebergantungan keuangan bisa dipakai untuk mempengaruhi keputusan akhir anak-anak mereka. Inilah sebabnya Yesus memerintahkan kita untuk sepenuhnya terpisah dari semua sanak saudara yang melawan Injil-Nya agar kita tidak diselewengkan dari iman kita. Dalam beberapa kasus perlu ada perpisahan yang sepenuhnya dari orang tua selama beberapa saat agar dia bisa membangun komitmen yang penuh kepada Yesus. Ketika hal itu terjadi, hal itu akan menyakiti hati orang tua dan anak-anak juga, tetapi kasih Allah lebih besar daripada perasaan orang-orang yang paling dikasihi di dunia ini.
Orang-orang percaya di dalam gereja dipanggil untuk menyerahkan diri mereka menolong orang-orang yang baru percaya sesegera mungkin dan menawarkan diri mereka sebagai saudara-saudara, atau sebagai orang tua bagi orang-orang itu. Ini bisa memerlukan pelatihan keterampilan atau bahkan pendidikan, sebagaimana di dalam sebuah keluarga. Sebagaimana kasih orang tua juga tidak pernah berakhir, kasih dari gereja terhadap orang-orang yang baru percaya juga seharusnya tak pernah berakhir, bahkan ketika ada perilaku yang dianggap kurang pantas. Kasih dan kesabaran Kristus yang menjadi patokan bagi orang-orang percaya yang mau menerima orang yang baru percaya.
Kesimpulan
Kasih di dalam keluarga seharusnya menjadi pernyataan dari kasih Allah. Allah yang kekal adalah Bapa kita, dan Ia memanggil kita untuk bergabung di dalam keluarga-Nya sampai selamanya, di dalam Yesus Kristus. Ia membasuhkan kita dengan darah Anak-Nya untuk memelihara kita di dalam persekutuan dengan Dia dan memulihkan kita di dalam kuasa Roh Kudus. Kalau kita kehilangan orang tua karena kecelakaan atau keadaan buruk lainnya, kita jangan sampai patah semangat, tetapi justru harus bersaksi sebagaimana Daud mengatakan, “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku” (Mazmur 27:10). Semua kasih manusia terbatas, tetapi Allah menerima kita dengan kasih yang tak bersyarat dan menerima kita di dalam pelukan-Nya. Kisah tentang anak yang hilang juga menunjukkan kepada kita tentang penerimaan terhadap anak yang hilang itu dan bagaimana ayahnya berusaha meyakinkan kakak yang saleh tetapi sombong itu, untuk memiliki belas kasihan dan mengasihi anak yang baru diselamatkan itu. Sang bapa mengasihi kedua anaknya dan berusaha melakukan yang terbaik untuk memperdamaikan keduanya. Persekutuan dengan Allah Bapa tetaplah menjadi sumber kedamaian dan ketenangan di dalam kehidupan kita. Kadangkala Allah memberikan kepada kita kesempatan untuk hidup di dalam persekutuan dengan orang-orang kudus di dunia ini. Karena itu kita harus bersyukur kepada Bapa di surga untuk keluarga kita di dunia ini dan karena kita sudah dipanggil menjadi anggota dari keluarga surgawi-Nya.
0 comments:
Post a Comment